selamat datang

اهلا و سهلا بكضوركم

Sabtu, 10 Juli 2010

zakat perdagangan

a. Definisi Zakat Perdagangan

Barang dagangan adalah semua produk yang dipersiapkan untuk diperjualbelikan dalam rangka memperoleh laba. Zakat atas jenis ini adalah setelah berlalunya waktu selama 1 tahun (1 putaran haul) dengan ukuran 2,5 %.

b. Penjelasan Zakat Perdagangan

Sebelumnya, kami sudah ketengahkan bahwa barang dagangan adalah semua yang dipersiapkan untuk diperjualbelikan, baik besar maupun kecil, banyak maupun sedikit, uang maupun properti. Maka, semua itu, intinya adalah untuk mendapatkan laba, maka harus ditunaikan zakatnya jika sudah melalui masa 1 tahun dengan besar zakat 2,5 %-nya.

Termasuk dalam kategori ini pula adalah barang bergerak walaupun barang berat, seperti mobil dan equipments. Jika seseorang membeli hal ini kemudian ia menjualnya kembali untuk tujuan mencari laba, maka ia harus menghitung semua omsetnya setiap tahun lalu ia keluarkan zakatnya. Bentuk zakatnya diberikan dalam bentuk sesuatu yang paling bermanfaat untuk fakir-miskin, seperti dirham (perak/rupiah) atau dinar (emas). Dalam konversi sekarang, maka yang termudah adalah dalam bentuk uang, baik logam maupun kertas.

c. Cara Menghitung Zakat Perdagangan

Jawabannya adalah sebagai berikut: Misalnya, seseorang membeli sebuah barang seharga Rp. 100 juta, kemudian ia menyimpannya selama 6 bulan, lalu berlalu hingga 1 tahun penuh. Bagaimana menghitung zakatnya? Maka, caranya adalah dengan cara kita mencari informasi harga barang tersebut saat ini. Kemudian, jika kita tahu harganya turun atau naik maka tentukanlah nilai zakat (2,5%-nya) dari harga saat ini.

Para ulama ummat ini telah ijma' (bersepakat) bahwasannya barang dagangan ada kewajiban zakatnya. Akan tetapi Syaikh Al-Albany telah menyelisihi ijma ulama ini, semoga Allah memaafkannya. Dan saya (ibn Jibrin -pent) tidak mengetahui ada ulama lain zaman dahulu yang sependirian dengan Al-Albany. Beliau sudah menjelaskan dalam sebagian ta'liq (komentar)-nya dengan mengatakan: Sesungguhnya barang dagangan tidak ada kewajiban zakatnya. Pedagang tidak memiliki kewajiban zakat apapun kecuali shadaqah, jika mau.

Maka, ungkapan Al-Albany ini menyelisihi ijma ulama. Yang menjadi sebab munculnya pandangan beliau demikian adalah karena beliau mengomentari hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hasan dari Samurah: Kami mengeluarkan zakat dari segala sesuatu yang diperjualbelikan. Maka, tatkala diketahui bahwa hadits ini tidak shahih menurut persyaratan beliau, maka beliau menafikan adanya kewajiban zakat perdagangan. Seakan-akan beliau tidak menelaah hadits lain yang juga menjadi dalil wajibnya zakat perdagangan. Al-Albany berkata: Jika hadits ini ternyata tidak tsabit, maka tidak tsabit pula menetapkan hadits ini dalam masalah perdagangan, oleh karena itu tidak ada kewajiban zakat di dalamnya; maka siapa yang ingin bershadaqah maka silakan ia bershadaqah secara sunnah, namun jika tidak maka tidak mengapa. Inilah yang menjadikan Al-Albany menyelisihi ijma' ulama.

Kemudian, Al-Albany pun akhirnya menyelisihi ayat Al-Qur'an yang sangat gamblang.

Allah berfirman:

Ambillah dari sebagian harta mereka zakat yang dengannya kalian membersihkan dan mensucikan mereka. Q.S. Al-Taubah: 103.

Bukankah barang dagangan adalah salah satu dari jeni harta yang paling banyak? Tidak diragukan lagi bahwa barang dagangan adalah salah satu jenis harta manusia yang paling banyak, saat ini ataupun dahulu kala. Dan Allah telah menyuruh kita untuk mengambil zakat darinya.

Demikian juga firman Allah:

Dan orang-orang yang di dalam hartanya ada haq yang sudah maklum, baik untuk peminta-minta maupun yang tidak meminta-minta. Q.S. Al-Dzariyat: 19.

Bukankah harta-harta mereka ini termasuk di dalamnya barang dagangan? Tidak disanksikan lagi bahwa barang dagangan lebih utama untuk dimasukkan dalam kategori jenis harta kekayaan manusia. Dan jika kita menafikan kewajiban zakat atas barang dagangan, maka apa yang masih tersisa dari harta manusia?

Rasulullah mengatakan: Tiada yang menghalangi ibn Jamil kecuali dahulunya ia adalah orang yang miskin lalu Allah jadikan ia kaya (Dan pada umumnya, sebab seseorang menjadi kaya adalah karena ia ikut berdagang --ibn Jibrin), adapun Khalid maka kalian akan mendhaliminya, sungguh ia sudah menyingsingkan lengan bajunya dan mendarmabaktikan dirinya untuk jihad fii sabilillah,

Senin, 05 Juli 2010

riwayat As-Syaukani

a. Nasab dan Kelahiran Beliau

Nama beliau adalah Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Abdullah Asy-Syaukani kemudian Ash-Shan’ani. Asy-Syaukani adalah nisbah kepada Hijrah Syaukan yakni suatu daerah yang jaraknya dengan Shan’a dapat ditempuh dengan perjalanan kurang dari satu hari, dan merupakan penisbahan dari ayahnya. Adapun Ash-Shan’ani adalah nisbah kepada Shan’a, ibukota Yaman.

Beliau dilahirkan di Hijrah Syaukan, ditengah hari pada hari Senin, 18 Dzulqa’dah 1173 H. Beliau adalah seorang imam, Al-’Allamah (yang benar-benar pandai), Ulama Rabbani, imamnya para imam, mufti (pemberi fatwa) ummat ini, lautan ilmu, mataharinya pemahaman, syaikhul islam, teladan bagi manusia, orang terpandai di zamannya, juru penjelas Al-Qur’an dan Al-Hadits, satu-satunya orang yang tiada bandingannya (di zamannya), mujtahid yang terakhir, pimpinan orang-orang yang bertauhid, mahkota bagi pengikut Rasulullah, pemilik karya-karya (buku) yang belum pernah ada yang mendahuluinya dengan hasil karya yang semisalnya.

b. Pertumbuhan dan Kehidupan Beliau (rahimahullah) dalam Menuntut Ilmu

Beliau hidup di Shan’a dan dididik dibawah asuhan ayahnya, seorang qadhi (hakim) di Shan’a dan termasuk deretan para ulama yang unggul dan tersohor disana. Mulailah beliau menuntut berbagai disiplin ilmu dan juga mendengar ilmu dari ulama-ulama ternama. Beliau tumpahkan seluruh jiwa dan raganya dalam menuntutnya, berusaha keras dan sungguh-sungguh didalamnya. Beliau tidak disibukkan oleh aktivitas-aktivitas lain yang dapat merintangi jalannya dari thalabul ‘ilmi.

Ayah beliaulah yang menjamin sebagai kebutuhan keseharian beliau. Dalam kehidupan thalabul ‘ilmi, ketika mempelajari satu buku (kitab) beliau tidak merasa cukup hanya dengan satu pembahasan saja. Bahkan beliau periksakan dengan detail kepada beberapa guru beliau dan tidak berhenti kecuali sampai berhasil menguras habis ilmu yang ada pada mereka yang berkenan dengan isi kitab tersebut. Sebagaimana beliau membacakan kitab Syarhul Azhar kepada empat orang ulama besar. Salah satunya adalah ayah beliau sendiri dan yang lain adalah Al-Imam Ahmad bin Muhammad Al-Harazi yang mana beliau belajar selama 13 tahun kepada imam ini. Dan bagi pembaca yang ingin mengetahui secara detail tentang kitab apa saja yang beliau pelajari dan referensi-referensi yang beliau jadikan rujukan, silahkan merujuk kepada kitab Ithaful Akabir bi Isnadi Dafatir.

c. Guru-guru serta Murid-murid Beliau

Guru-guru beliau sangat banyak. Di samping yang telah tersebut diatas, beliau juga menimba ilmu kepada ulama-ulama besar lain, diantaranya :

  1. Ayahanda beliau yang kepadanya beliau belajar Syarah al-Azhar dan Syarah Mukhtashar al-Hariri.
  2. As Sayyid al Allamah Abdurrahman bin Qasim al Madaini, beliau belajar kepadanya Syarah al-Azhar.
  3. Al Allamah Ahmad bin Amir al Hadai, beliau belajar kepadanya Syarah al-Azhar.
  4. Al Allamah Ahmad bin Muhammad al-Harazi, beliau berguru kepadanya selama 13 tahun, mengambil ilmu fiqih, mengulang-ulang Syarah al Azhar dan hasyiyahnya, serta belajar bayan Ibnu Muzhaffar dan Syarah an-Nazhiri dan hasyiyahnya.
  5. As Sayyid al Allamah Isma’il bin Hasan, beliau belajar kepadanya al-Malhah dan Syarahnya.
  6. Al Allamah Abdullah bin Isma’il as-Sahmi, beliau belajar kepadanya Qawaidul I’rab dan Syarahnya serta Syarah al Khubaishi ‘alal Kafiyah dan Syarahnya.
  7. Al Allamah al Qasim bin Yahya al-Khaulani, beliau belajar kepadanya Syarh as Sayyid al-Mufti ‘alal Kafiyah, Syarah asy-Syafiyah li Luthfillah al Dhiyats, dan Syarah ar-Ridha ‘alal Kafiyah.
  8. As Sayyid al Allamah Abdullah bin Husain, beliau belajar kepadanya Syarah al fami ‘alal Kafiyah.
  9. Al Allamah Hasan bin Isma’il al Maghribi, beliau belajar kepadanya Syarah asy- Syamsiyyah oleh al Quthb dan Syarah al- ‘Adhud ‘alal Mukhtashar serta mendengarkan darinya Sunan Abu Dawud dan Ma’alimus Sunan.
  10. As Sayyid al Imam Abdul Qadir bin Ahmad, beliau belajar kepadanya Syarah Jam’ul Jawami’ lil Muhalli dan Bahruz Zakhkhar serta mendengarkan darinya Shahih Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Muwaththa Malik, dan Syifa’ Qadhi ‘lyadh.
  11. Al Allamah Hadi bin Husain al-Qarani, beliau belajar kepadanya Syarah al-Jazariyyah.
  12. Al Allamah Abdurrahman bin Hasan al Akwa, beliau belajar kepadanya Syifa al Amir Husain.
  13. Al Allamah Ali bin Ibrahim bin Ahmad bin Amir, beliau mendengarkan darinya Shahih Bukhari dari awal hingga akhir.
Murid-muridnya

Di antara murid-murid beliau ialah: kedua putra beliau yakni al Allamah Ali bin Muhammad asy Syaukani dan al Qadhi Ahmad bin Muhammad asy Syaukani, al Allamah Husain bin Muhasin as-Sab’i al Anshari al Yamani, al Allamah Muhammad bin Hasan asy Syajni adz Dzammari, al Allamah Abdul Haq bin Fadhl al-Hindi, asy-Syarif al Imam Muhammad bin Nashir al Hazimi, Ahmad bin Abdullah al Amri, as Sayyid Ahmad bin Ali, dan masih banyak lagi.

d. Kitab-kitab Karangan Beliau

Yang masih berupa manuskrip :

1. Tafsir, ada 5 kitab, antara lain An-Nasyr fi Fatwa’idi Suratil Ashr

2. Hadits, ada 15 kitab, antara lain Kasyfud Dien ‘an Hadits Dzil Yadain

3. Aqidah, ada 20 kitab, antara lain Risalah fi Tauhidillah

4. Fiqih, ada 84 kitab, antara lain Risalah fi Hukmi Bai’il Ma’

5. Manthiq, ada 29 kitab, antara lain Al-Qaulul Hasan fi Fadha’il Ahlil Yaman.

Kedua, yang telah dicetak. Ada 53 buku, antara lain:

  1. Adabu Thalib wa Muntahal Arib.
  2. Tuhfatu Dzakirin.
  3. Irsyadu Tsiqat ila Ittifaqi Syarai’ ‘ala Tauhid wal Ma’ad wan Nubuwat.
  4. Ath Thaudul Muniffil Intishaf lis Sad minasy Syarif.
  5. Syifaul ilal fi Hukmu Ziyadah fi Tsaman li Mujarradil Ajal.
  6. Syarhu Shudur fi Tahrimi Raf’il Qubur.
  7. Thibu Nasyr fi Masailil Asyr.
  8. Shawarimul Hindiyyah al Maslulah ‘alar Riyadhan Nadiyyah.
  9. Al Qaulush Shadiq fi Hukmil Imamil Fasiq.
  10. Risalah fi Haddi Safar Aladzi Yajibu Ma’ahu Qashru Shalat.
  11. Tasynifu Sam’i bi Ibthali Adillatil Jam’i.
  12. Risalah al Mukammilah fi Adillatil Basamalah.
  13. Iththila’u Arbabil Kamal ‘ala Ma fi Risalatil Jalal fil Hilal minal Ikhtilal.
  14. Tanbih Dzawil Hija ‘ala Hukmi Bai’ir Riba.
  15. Al Qaulul Muharrar fi Hukmi Lubsil Mu’ashfar wa Sairi Anwa’il Ahmar.
  16. Uqudul Zabarjad fi Jayyidi Masaili Alamati Dhamad.
  17. Ibthali Da’wal Ijma ‘ala Tahrimis Sama’.
  18. Zahrun Nasrain fi Haditsil Mu’ammarin.
  19. Ittihaful Maharah fil Kalam’ala Hadits: “La ‘Adwa wa La Thiyarah.”
  20. Uqudul Juman fi Bayani Hududil Buldan.
  21. Hallul Isykal fi Ijbaril Yahud ‘ala Iltiqathil Azbal.
  22. Al Bughyah fi Mas’alati Ru’yah.
  23. Irsyadul Ghabi ila Madzhabi Ahlil Bait fi Shabin Nabi.
  24. Raf’ul Junah an Nafil Mubah.
  25. Qaulul Maqbul fi Raddi Khabaril Majhul min Ghairi Shahabatir Rasul.
  26. Amniyyatul Mutasyawwiq ila Ma’rifati Hukmi ‘Ilmil Manthiq.
  27. Irsyadul Mustafid ila Daf’i Kalami Ibnu Daqiqil ‘Id fil Ithlaq wa Taqyid.
  28. Bahtsul Musfir an Tahrimi Kulli Muskir.
  29. Dawa’ul Ajil li Daf’il Aduwwi Shail.
  30. Durru Nadhid fi Ikhlashi Kalimati Tauhid.
  31. Risalah fi Wujubi Tauhidillah.
  32. Nailul Author Syarh Muntaqal Akhbar.
  33. Maqalah Fakhirah fi Ittifaqi Syarai’ ‘ala Itsbati Daril Akhirah.
  34. Nuzhatul Ahdaq fi Ilmil Isytiqaq.
  35. Raf’u Ribah fi Ma Yajuzu wa Ma La Yajuzu minal Ghibah.
  36. Tahrirud Dalail ‘ala Miqdari Ma Yajuzu bainal Imam wal Mu’tamm minal Irtifa’ wal Inkhifadh wal Bu’du wal Hail.
  37. Kasyful Astar fi Hukmi Syuf’ati bil Jiwar.
  38. Wasyyul Marqum fi Tahrimi Tahalli bidz Dzahab lir Rijal minal Umum.
  39. Kasyful Astar fi Ibthalil Qaul bi Fanain Nar.
  40. Shawarimul Haddad al Qathi’ah li ‘Alaqi Maqali Ahlil Ilhad.
  41. Isyraqu Nirain fi Bayanil Hukmi Idza Takhallafa ‘anil Wa’di Ahadul Khashmain.
  42. Hukmu Tas’ir.
  43. Natsrul Jauhar fi Syarhi Hadits Abi Dzar.
  44. Minhatul Mannan fi Ujratil Qadhi was Sajjan.
  45. Risalah fi Hukmil ‘Aul.
  46. Tanbihul Amtsal ‘ala Jawazil Isti’anah min Khalishil Mal.
  47. Qathrul Wali fi Ma’rifatil Wali.
  48. Taudhih fi Tawaturi Ma Ja’a fil Mahdil Muntazhar wad Dajjal wal Masih.
  49. Hukmul Ittishal bis Salathin.
  50. Jayyidu Naqd fi ‘Ibaratil Kasysyaf was Sa’d.
  51. Bughyatul Mustafid fi Raddi ‘ ala Man Ankaral Ijtihad min Ahli Taqlid.
  52. Radhul Wasi’ fid Dalil Mani’ ‘ala Adami Inhishari Ilmil Badi’.
  53. Fathul Khallaq fi Jawabi Masail Abdirrazaq.
e. Beliau Menjabat Sebagai Qadhi Negeri Yaman

Pada tahun 209 H meninggallah Qadhi Yaman, Syaikh Yahya bin Shalih asy Syajari as Sahuli. Maka Khalifah al Manshur meminta kepada al Imam asy Syaukani agar menggantikan Syaikh Yahya sebagai qadhi negeri Yaman.

Pada awalnya beliau menolak jabatan tersebut karena takut akan disibukkan dengan jabatan tersebut dari ilmu. Maka datanglah para ulama Shan’a kepada beliau meminta agar beliau menerima jabatan tersebut, karena jabatan tersebut adalah rujukan syar’i bagi para penduduk negeri Yaman yang dikhawatirkan akan diduduki oleh seseorang yang tidak amanah dalam agama dan keilmuannya. Akhirnya beliau menerima jabatan tersebut. Beliau menjabat sebagai Qadhi Yaman hingga beliau wafat pada masa pemerintahan tiga khalifah: al Manshur, al Mutawakkil, dan al Mahdi. Ketika beliau menjabat sebagai qadhi maka keadilan ditegakkan, kezhaliman diberi pelajaran, penyuapan dijauhkan, fanatik buta dihilangkan, dan beliau selalu mengajak umat kepada ittiba terhadap Kitab dan Sunnah.

f. Wafat Beliau

Pada tahun 1250 H datanglah ajal beliau dan terpisahlah ruh beliau dari jasadnya dan dunia. Islampun kehilangan seorang ulama yang konsisten dalam mengamalkan ilmunya, yang telah menunaikan amanah Rabb-Nya dan agamanya. Allah mewafatkannya dengan rahmat dan kasih sayang-Nya. Semoga jannah (surga) yang luas diperuntukkan baginya, sesuai dengan kadar ilmu dan keutamaan yang telah dipersembahkannya kepada Islam dan kaum muslimin. Amin ya Mujibas Sa’ilin.

(Disarikan dari Biografi Al-Imam Asy-Syaukani dari kitab Nailul Authar, 1/3, dan Muqaddimah Fathul Qadir, 1/12-43)

riwayat As-Syaukani

a. Nasab dan Kelahiran Beliau

Nama beliau adalah Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Abdullah Asy-Syaukani kemudian Ash-Shan’ani. Asy-Syaukani adalah nisbah kepada Hijrah Syaukan yakni suatu daerah yang jaraknya dengan Shan’a dapat ditempuh dengan perjalanan kurang dari satu hari, dan merupakan penisbahan dari ayahnya. Adapun Ash-Shan’ani adalah nisbah kepada Shan’a, ibukota Yaman.

Beliau dilahirkan di Hijrah Syaukan, ditengah hari pada hari Senin, 18 Dzulqa’dah 1173 H. Beliau adalah seorang imam, Al-’Allamah (yang benar-benar pandai), Ulama Rabbani, imamnya para imam, mufti (pemberi fatwa) ummat ini, lautan ilmu, mataharinya pemahaman, syaikhul islam, teladan bagi manusia, orang terpandai di zamannya, juru penjelas Al-Qur’an dan Al-Hadits, satu-satunya orang yang tiada bandingannya (di zamannya), mujtahid yang terakhir, pimpinan orang-orang yang bertauhid, mahkota bagi pengikut Rasulullah, pemilik karya-karya (buku) yang belum pernah ada yang mendahuluinya dengan hasil karya yang semisalnya.

b. Pertumbuhan dan Kehidupan Beliau (rahimahullah) dalam Menuntut Ilmu

Beliau hidup di Shan’a dan dididik dibawah asuhan ayahnya, seorang qadhi (hakim) di Shan’a dan termasuk deretan para ulama yang unggul dan tersohor disana. Mulailah beliau menuntut berbagai disiplin ilmu dan juga mendengar ilmu dari ulama-ulama ternama. Beliau tumpahkan seluruh jiwa dan raganya dalam menuntutnya, berusaha keras dan sungguh-sungguh didalamnya. Beliau tidak disibukkan oleh aktivitas-aktivitas lain yang dapat merintangi jalannya dari thalabul ‘ilmi.

Ayah beliaulah yang menjamin sebagai kebutuhan keseharian beliau. Dalam kehidupan thalabul ‘ilmi, ketika mempelajari satu buku (kitab) beliau tidak merasa cukup hanya dengan satu pembahasan saja. Bahkan beliau periksakan dengan detail kepada beberapa guru beliau dan tidak berhenti kecuali sampai berhasil menguras habis ilmu yang ada pada mereka yang berkenan dengan isi kitab tersebut. Sebagaimana beliau membacakan kitab Syarhul Azhar kepada empat orang ulama besar. Salah satunya adalah ayah beliau sendiri dan yang lain adalah Al-Imam Ahmad bin Muhammad Al-Harazi yang mana beliau belajar selama 13 tahun kepada imam ini. Dan bagi pembaca yang ingin mengetahui secara detail tentang kitab apa saja yang beliau pelajari dan referensi-referensi yang beliau jadikan rujukan, silahkan merujuk kepada kitab Ithaful Akabir bi Isnadi Dafatir.

c. Guru-guru serta Murid-murid Beliau

Guru-guru beliau sangat banyak. Di samping yang telah tersebut diatas, beliau juga menimba ilmu kepada ulama-ulama besar lain, diantaranya :

  1. Ayahanda beliau yang kepadanya beliau belajar Syarah al-Azhar dan Syarah Mukhtashar al-Hariri.
  2. As Sayyid al Allamah Abdurrahman bin Qasim al Madaini, beliau belajar kepadanya Syarah al-Azhar.
  3. Al Allamah Ahmad bin Amir al Hadai, beliau belajar kepadanya Syarah al-Azhar.
  4. Al Allamah Ahmad bin Muhammad al-Harazi, beliau berguru kepadanya selama 13 tahun, mengambil ilmu fiqih, mengulang-ulang Syarah al Azhar dan hasyiyahnya, serta belajar bayan Ibnu Muzhaffar dan Syarah an-Nazhiri dan hasyiyahnya.
  5. As Sayyid al Allamah Isma’il bin Hasan, beliau belajar kepadanya al-Malhah dan Syarahnya.
  6. Al Allamah Abdullah bin Isma’il as-Sahmi, beliau belajar kepadanya Qawaidul I’rab dan Syarahnya serta Syarah al Khubaishi ‘alal Kafiyah dan Syarahnya.
  7. Al Allamah al Qasim bin Yahya al-Khaulani, beliau belajar kepadanya Syarh as Sayyid al-Mufti ‘alal Kafiyah, Syarah asy-Syafiyah li Luthfillah al Dhiyats, dan Syarah ar-Ridha ‘alal Kafiyah.
  8. As Sayyid al Allamah Abdullah bin Husain, beliau belajar kepadanya Syarah al fami ‘alal Kafiyah.
  9. Al Allamah Hasan bin Isma’il al Maghribi, beliau belajar kepadanya Syarah asy- Syamsiyyah oleh al Quthb dan Syarah al- ‘Adhud ‘alal Mukhtashar serta mendengarkan darinya Sunan Abu Dawud dan Ma’alimus Sunan.
  10. As Sayyid al Imam Abdul Qadir bin Ahmad, beliau belajar kepadanya Syarah Jam’ul Jawami’ lil Muhalli dan Bahruz Zakhkhar serta mendengarkan darinya Shahih Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Muwaththa Malik, dan Syifa’ Qadhi ‘lyadh.
  11. Al Allamah Hadi bin Husain al-Qarani, beliau belajar kepadanya Syarah al-Jazariyyah.
  12. Al Allamah Abdurrahman bin Hasan al Akwa, beliau belajar kepadanya Syifa al Amir Husain.
  13. Al Allamah Ali bin Ibrahim bin Ahmad bin Amir, beliau mendengarkan darinya Shahih Bukhari dari awal hingga akhir.
Murid-muridnya

Di antara murid-murid beliau ialah: kedua putra beliau yakni al Allamah Ali bin Muhammad asy Syaukani dan al Qadhi Ahmad bin Muhammad asy Syaukani, al Allamah Husain bin Muhasin as-Sab’i al Anshari al Yamani, al Allamah Muhammad bin Hasan asy Syajni adz Dzammari, al Allamah Abdul Haq bin Fadhl al-Hindi, asy-Syarif al Imam Muhammad bin Nashir al Hazimi, Ahmad bin Abdullah al Amri, as Sayyid Ahmad bin Ali, dan masih banyak lagi.

d. Kitab-kitab Karangan Beliau

Yang masih berupa manuskrip :

1. Tafsir, ada 5 kitab, antara lain An-Nasyr fi Fatwa’idi Suratil Ashr

2. Hadits, ada 15 kitab, antara lain Kasyfud Dien ‘an Hadits Dzil Yadain

3. Aqidah, ada 20 kitab, antara lain Risalah fi Tauhidillah

4. Fiqih, ada 84 kitab, antara lain Risalah fi Hukmi Bai’il Ma’

5. Manthiq, ada 29 kitab, antara lain Al-Qaulul Hasan fi Fadha’il Ahlil Yaman.

Kedua, yang telah dicetak. Ada 53 buku, antara lain:

  1. Adabu Thalib wa Muntahal Arib.
  2. Tuhfatu Dzakirin.
  3. Irsyadu Tsiqat ila Ittifaqi Syarai’ ‘ala Tauhid wal Ma’ad wan Nubuwat.
  4. Ath Thaudul Muniffil Intishaf lis Sad minasy Syarif.
  5. Syifaul ilal fi Hukmu Ziyadah fi Tsaman li Mujarradil Ajal.
  6. Syarhu Shudur fi Tahrimi Raf’il Qubur.
  7. Thibu Nasyr fi Masailil Asyr.
  8. Shawarimul Hindiyyah al Maslulah ‘alar Riyadhan Nadiyyah.
  9. Al Qaulush Shadiq fi Hukmil Imamil Fasiq.
  10. Risalah fi Haddi Safar Aladzi Yajibu Ma’ahu Qashru Shalat.
  11. Tasynifu Sam’i bi Ibthali Adillatil Jam’i.
  12. Risalah al Mukammilah fi Adillatil Basamalah.
  13. Iththila’u Arbabil Kamal ‘ala Ma fi Risalatil Jalal fil Hilal minal Ikhtilal.
  14. Tanbih Dzawil Hija ‘ala Hukmi Bai’ir Riba.
  15. Al Qaulul Muharrar fi Hukmi Lubsil Mu’ashfar wa Sairi Anwa’il Ahmar.
  16. Uqudul Zabarjad fi Jayyidi Masaili Alamati Dhamad.
  17. Ibthali Da’wal Ijma ‘ala Tahrimis Sama’.
  18. Zahrun Nasrain fi Haditsil Mu’ammarin.
  19. Ittihaful Maharah fil Kalam’ala Hadits: “La ‘Adwa wa La Thiyarah.”
  20. Uqudul Juman fi Bayani Hududil Buldan.
  21. Hallul Isykal fi Ijbaril Yahud ‘ala Iltiqathil Azbal.
  22. Al Bughyah fi Mas’alati Ru’yah.
  23. Irsyadul Ghabi ila Madzhabi Ahlil Bait fi Shabin Nabi.
  24. Raf’ul Junah an Nafil Mubah.
  25. Qaulul Maqbul fi Raddi Khabaril Majhul min Ghairi Shahabatir Rasul.
  26. Amniyyatul Mutasyawwiq ila Ma’rifati Hukmi ‘Ilmil Manthiq.
  27. Irsyadul Mustafid ila Daf’i Kalami Ibnu Daqiqil ‘Id fil Ithlaq wa Taqyid.
  28. Bahtsul Musfir an Tahrimi Kulli Muskir.
  29. Dawa’ul Ajil li Daf’il Aduwwi Shail.
  30. Durru Nadhid fi Ikhlashi Kalimati Tauhid.
  31. Risalah fi Wujubi Tauhidillah.
  32. Nailul Author Syarh Muntaqal Akhbar.
  33. Maqalah Fakhirah fi Ittifaqi Syarai’ ‘ala Itsbati Daril Akhirah.
  34. Nuzhatul Ahdaq fi Ilmil Isytiqaq.
  35. Raf’u Ribah fi Ma Yajuzu wa Ma La Yajuzu minal Ghibah.
  36. Tahrirud Dalail ‘ala Miqdari Ma Yajuzu bainal Imam wal Mu’tamm minal Irtifa’ wal Inkhifadh wal Bu’du wal Hail.
  37. Kasyful Astar fi Hukmi Syuf’ati bil Jiwar.
  38. Wasyyul Marqum fi Tahrimi Tahalli bidz Dzahab lir Rijal minal Umum.
  39. Kasyful Astar fi Ibthalil Qaul bi Fanain Nar.
  40. Shawarimul Haddad al Qathi’ah li ‘Alaqi Maqali Ahlil Ilhad.
  41. Isyraqu Nirain fi Bayanil Hukmi Idza Takhallafa ‘anil Wa’di Ahadul Khashmain.
  42. Hukmu Tas’ir.
  43. Natsrul Jauhar fi Syarhi Hadits Abi Dzar.
  44. Minhatul Mannan fi Ujratil Qadhi was Sajjan.
  45. Risalah fi Hukmil ‘Aul.
  46. Tanbihul Amtsal ‘ala Jawazil Isti’anah min Khalishil Mal.
  47. Qathrul Wali fi Ma’rifatil Wali.
  48. Taudhih fi Tawaturi Ma Ja’a fil Mahdil Muntazhar wad Dajjal wal Masih.
  49. Hukmul Ittishal bis Salathin.
  50. Jayyidu Naqd fi ‘Ibaratil Kasysyaf was Sa’d.
  51. Bughyatul Mustafid fi Raddi ‘ ala Man Ankaral Ijtihad min Ahli Taqlid.
  52. Radhul Wasi’ fid Dalil Mani’ ‘ala Adami Inhishari Ilmil Badi’.
  53. Fathul Khallaq fi Jawabi Masail Abdirrazaq.
e. Beliau Menjabat Sebagai Qadhi Negeri Yaman

Pada tahun 209 H meninggallah Qadhi Yaman, Syaikh Yahya bin Shalih asy Syajari as Sahuli. Maka Khalifah al Manshur meminta kepada al Imam asy Syaukani agar menggantikan Syaikh Yahya sebagai qadhi negeri Yaman.

Pada awalnya beliau menolak jabatan tersebut karena takut akan disibukkan dengan jabatan tersebut dari ilmu. Maka datanglah para ulama Shan’a kepada beliau meminta agar beliau menerima jabatan tersebut, karena jabatan tersebut adalah rujukan syar’i bagi para penduduk negeri Yaman yang dikhawatirkan akan diduduki oleh seseorang yang tidak amanah dalam agama dan keilmuannya. Akhirnya beliau menerima jabatan tersebut. Beliau menjabat sebagai Qadhi Yaman hingga beliau wafat pada masa pemerintahan tiga khalifah: al Manshur, al Mutawakkil, dan al Mahdi. Ketika beliau menjabat sebagai qadhi maka keadilan ditegakkan, kezhaliman diberi pelajaran, penyuapan dijauhkan, fanatik buta dihilangkan, dan beliau selalu mengajak umat kepada ittiba terhadap Kitab dan Sunnah.

f. Wafat Beliau

Pada tahun 1250 H datanglah ajal beliau dan terpisahlah ruh beliau dari jasadnya dan dunia. Islampun kehilangan seorang ulama yang konsisten dalam mengamalkan ilmunya, yang telah menunaikan amanah Rabb-Nya dan agamanya. Allah mewafatkannya dengan rahmat dan kasih sayang-Nya. Semoga jannah (surga) yang luas diperuntukkan baginya, sesuai dengan kadar ilmu dan keutamaan yang telah dipersembahkannya kepada Islam dan kaum muslimin. Amin ya Mujibas Sa’ilin.

(Disarikan dari Biografi Al-Imam Asy-Syaukani dari kitab Nailul Authar, 1/3, dan Muqaddimah Fathul Qadir, 1/12-43)

riwayat As-Syaukani

a. Nasab dan Kelahiran Beliau

Nama beliau adalah Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Abdullah Asy-Syaukani kemudian Ash-Shan’ani. Asy-Syaukani adalah nisbah kepada Hijrah Syaukan yakni suatu daerah yang jaraknya dengan Shan’a dapat ditempuh dengan perjalanan kurang dari satu hari, dan merupakan penisbahan dari ayahnya. Adapun Ash-Shan’ani adalah nisbah kepada Shan’a, ibukota Yaman.

Beliau dilahirkan di Hijrah Syaukan, ditengah hari pada hari Senin, 18 Dzulqa’dah 1173 H. Beliau adalah seorang imam, Al-’Allamah (yang benar-benar pandai), Ulama Rabbani, imamnya para imam, mufti (pemberi fatwa) ummat ini, lautan ilmu, mataharinya pemahaman, syaikhul islam, teladan bagi manusia, orang terpandai di zamannya, juru penjelas Al-Qur’an dan Al-Hadits, satu-satunya orang yang tiada bandingannya (di zamannya), mujtahid yang terakhir, pimpinan orang-orang yang bertauhid, mahkota bagi pengikut Rasulullah, pemilik karya-karya (buku) yang belum pernah ada yang mendahuluinya dengan hasil karya yang semisalnya.

b. Pertumbuhan dan Kehidupan Beliau (rahimahullah) dalam Menuntut Ilmu

Beliau hidup di Shan’a dan dididik dibawah asuhan ayahnya, seorang qadhi (hakim) di Shan’a dan termasuk deretan para ulama yang unggul dan tersohor disana. Mulailah beliau menuntut berbagai disiplin ilmu dan juga mendengar ilmu dari ulama-ulama ternama. Beliau tumpahkan seluruh jiwa dan raganya dalam menuntutnya, berusaha keras dan sungguh-sungguh didalamnya. Beliau tidak disibukkan oleh aktivitas-aktivitas lain yang dapat merintangi jalannya dari thalabul ‘ilmi.

Ayah beliaulah yang menjamin sebagai kebutuhan keseharian beliau. Dalam kehidupan thalabul ‘ilmi, ketika mempelajari satu buku (kitab) beliau tidak merasa cukup hanya dengan satu pembahasan saja. Bahkan beliau periksakan dengan detail kepada beberapa guru beliau dan tidak berhenti kecuali sampai berhasil menguras habis ilmu yang ada pada mereka yang berkenan dengan isi kitab tersebut. Sebagaimana beliau membacakan kitab Syarhul Azhar kepada empat orang ulama besar. Salah satunya adalah ayah beliau sendiri dan yang lain adalah Al-Imam Ahmad bin Muhammad Al-Harazi yang mana beliau belajar selama 13 tahun kepada imam ini. Dan bagi pembaca yang ingin mengetahui secara detail tentang kitab apa saja yang beliau pelajari dan referensi-referensi yang beliau jadikan rujukan, silahkan merujuk kepada kitab Ithaful Akabir bi Isnadi Dafatir.

c. Guru-guru serta Murid-murid Beliau

Guru-guru beliau sangat banyak. Di samping yang telah tersebut diatas, beliau juga menimba ilmu kepada ulama-ulama besar lain, diantaranya :

  1. Ayahanda beliau yang kepadanya beliau belajar Syarah al-Azhar dan Syarah Mukhtashar al-Hariri.
  2. As Sayyid al Allamah Abdurrahman bin Qasim al Madaini, beliau belajar kepadanya Syarah al-Azhar.
  3. Al Allamah Ahmad bin Amir al Hadai, beliau belajar kepadanya Syarah al-Azhar.
  4. Al Allamah Ahmad bin Muhammad al-Harazi, beliau berguru kepadanya selama 13 tahun, mengambil ilmu fiqih, mengulang-ulang Syarah al Azhar dan hasyiyahnya, serta belajar bayan Ibnu Muzhaffar dan Syarah an-Nazhiri dan hasyiyahnya.
  5. As Sayyid al Allamah Isma’il bin Hasan, beliau belajar kepadanya al-Malhah dan Syarahnya.
  6. Al Allamah Abdullah bin Isma’il as-Sahmi, beliau belajar kepadanya Qawaidul I’rab dan Syarahnya serta Syarah al Khubaishi ‘alal Kafiyah dan Syarahnya.
  7. Al Allamah al Qasim bin Yahya al-Khaulani, beliau belajar kepadanya Syarh as Sayyid al-Mufti ‘alal Kafiyah, Syarah asy-Syafiyah li Luthfillah al Dhiyats, dan Syarah ar-Ridha ‘alal Kafiyah.
  8. As Sayyid al Allamah Abdullah bin Husain, beliau belajar kepadanya Syarah al fami ‘alal Kafiyah.
  9. Al Allamah Hasan bin Isma’il al Maghribi, beliau belajar kepadanya Syarah asy- Syamsiyyah oleh al Quthb dan Syarah al- ‘Adhud ‘alal Mukhtashar serta mendengarkan darinya Sunan Abu Dawud dan Ma’alimus Sunan.
  10. As Sayyid al Imam Abdul Qadir bin Ahmad, beliau belajar kepadanya Syarah Jam’ul Jawami’ lil Muhalli dan Bahruz Zakhkhar serta mendengarkan darinya Shahih Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Muwaththa Malik, dan Syifa’ Qadhi ‘lyadh.
  11. Al Allamah Hadi bin Husain al-Qarani, beliau belajar kepadanya Syarah al-Jazariyyah.
  12. Al Allamah Abdurrahman bin Hasan al Akwa, beliau belajar kepadanya Syifa al Amir Husain.
  13. Al Allamah Ali bin Ibrahim bin Ahmad bin Amir, beliau mendengarkan darinya Shahih Bukhari dari awal hingga akhir.
Murid-muridnya

Di antara murid-murid beliau ialah: kedua putra beliau yakni al Allamah Ali bin Muhammad asy Syaukani dan al Qadhi Ahmad bin Muhammad asy Syaukani, al Allamah Husain bin Muhasin as-Sab’i al Anshari al Yamani, al Allamah Muhammad bin Hasan asy Syajni adz Dzammari, al Allamah Abdul Haq bin Fadhl al-Hindi, asy-Syarif al Imam Muhammad bin Nashir al Hazimi, Ahmad bin Abdullah al Amri, as Sayyid Ahmad bin Ali, dan masih banyak lagi.

d. Kitab-kitab Karangan Beliau

Yang masih berupa manuskrip :

1. Tafsir, ada 5 kitab, antara lain An-Nasyr fi Fatwa’idi Suratil Ashr

2. Hadits, ada 15 kitab, antara lain Kasyfud Dien ‘an Hadits Dzil Yadain

3. Aqidah, ada 20 kitab, antara lain Risalah fi Tauhidillah

4. Fiqih, ada 84 kitab, antara lain Risalah fi Hukmi Bai’il Ma’

5. Manthiq, ada 29 kitab, antara lain Al-Qaulul Hasan fi Fadha’il Ahlil Yaman.

Kedua, yang telah dicetak. Ada 53 buku, antara lain:

  1. Adabu Thalib wa Muntahal Arib.
  2. Tuhfatu Dzakirin.
  3. Irsyadu Tsiqat ila Ittifaqi Syarai’ ‘ala Tauhid wal Ma’ad wan Nubuwat.
  4. Ath Thaudul Muniffil Intishaf lis Sad minasy Syarif.
  5. Syifaul ilal fi Hukmu Ziyadah fi Tsaman li Mujarradil Ajal.
  6. Syarhu Shudur fi Tahrimi Raf’il Qubur.
  7. Thibu Nasyr fi Masailil Asyr.
  8. Shawarimul Hindiyyah al Maslulah ‘alar Riyadhan Nadiyyah.
  9. Al Qaulush Shadiq fi Hukmil Imamil Fasiq.
  10. Risalah fi Haddi Safar Aladzi Yajibu Ma’ahu Qashru Shalat.
  11. Tasynifu Sam’i bi Ibthali Adillatil Jam’i.
  12. Risalah al Mukammilah fi Adillatil Basamalah.
  13. Iththila’u Arbabil Kamal ‘ala Ma fi Risalatil Jalal fil Hilal minal Ikhtilal.
  14. Tanbih Dzawil Hija ‘ala Hukmi Bai’ir Riba.
  15. Al Qaulul Muharrar fi Hukmi Lubsil Mu’ashfar wa Sairi Anwa’il Ahmar.
  16. Uqudul Zabarjad fi Jayyidi Masaili Alamati Dhamad.
  17. Ibthali Da’wal Ijma ‘ala Tahrimis Sama’.
  18. Zahrun Nasrain fi Haditsil Mu’ammarin.
  19. Ittihaful Maharah fil Kalam’ala Hadits: “La ‘Adwa wa La Thiyarah.”
  20. Uqudul Juman fi Bayani Hududil Buldan.
  21. Hallul Isykal fi Ijbaril Yahud ‘ala Iltiqathil Azbal.
  22. Al Bughyah fi Mas’alati Ru’yah.
  23. Irsyadul Ghabi ila Madzhabi Ahlil Bait fi Shabin Nabi.
  24. Raf’ul Junah an Nafil Mubah.
  25. Qaulul Maqbul fi Raddi Khabaril Majhul min Ghairi Shahabatir Rasul.
  26. Amniyyatul Mutasyawwiq ila Ma’rifati Hukmi ‘Ilmil Manthiq.
  27. Irsyadul Mustafid ila Daf’i Kalami Ibnu Daqiqil ‘Id fil Ithlaq wa Taqyid.
  28. Bahtsul Musfir an Tahrimi Kulli Muskir.
  29. Dawa’ul Ajil li Daf’il Aduwwi Shail.
  30. Durru Nadhid fi Ikhlashi Kalimati Tauhid.
  31. Risalah fi Wujubi Tauhidillah.
  32. Nailul Author Syarh Muntaqal Akhbar.
  33. Maqalah Fakhirah fi Ittifaqi Syarai’ ‘ala Itsbati Daril Akhirah.
  34. Nuzhatul Ahdaq fi Ilmil Isytiqaq.
  35. Raf’u Ribah fi Ma Yajuzu wa Ma La Yajuzu minal Ghibah.
  36. Tahrirud Dalail ‘ala Miqdari Ma Yajuzu bainal Imam wal Mu’tamm minal Irtifa’ wal Inkhifadh wal Bu’du wal Hail.
  37. Kasyful Astar fi Hukmi Syuf’ati bil Jiwar.
  38. Wasyyul Marqum fi Tahrimi Tahalli bidz Dzahab lir Rijal minal Umum.
  39. Kasyful Astar fi Ibthalil Qaul bi Fanain Nar.
  40. Shawarimul Haddad al Qathi’ah li ‘Alaqi Maqali Ahlil Ilhad.
  41. Isyraqu Nirain fi Bayanil Hukmi Idza Takhallafa ‘anil Wa’di Ahadul Khashmain.
  42. Hukmu Tas’ir.
  43. Natsrul Jauhar fi Syarhi Hadits Abi Dzar.
  44. Minhatul Mannan fi Ujratil Qadhi was Sajjan.
  45. Risalah fi Hukmil ‘Aul.
  46. Tanbihul Amtsal ‘ala Jawazil Isti’anah min Khalishil Mal.
  47. Qathrul Wali fi Ma’rifatil Wali.
  48. Taudhih fi Tawaturi Ma Ja’a fil Mahdil Muntazhar wad Dajjal wal Masih.
  49. Hukmul Ittishal bis Salathin.
  50. Jayyidu Naqd fi ‘Ibaratil Kasysyaf was Sa’d.
  51. Bughyatul Mustafid fi Raddi ‘ ala Man Ankaral Ijtihad min Ahli Taqlid.
  52. Radhul Wasi’ fid Dalil Mani’ ‘ala Adami Inhishari Ilmil Badi’.
  53. Fathul Khallaq fi Jawabi Masail Abdirrazaq.
e. Beliau Menjabat Sebagai Qadhi Negeri Yaman

Pada tahun 209 H meninggallah Qadhi Yaman, Syaikh Yahya bin Shalih asy Syajari as Sahuli. Maka Khalifah al Manshur meminta kepada al Imam asy Syaukani agar menggantikan Syaikh Yahya sebagai qadhi negeri Yaman.

Pada awalnya beliau menolak jabatan tersebut karena takut akan disibukkan dengan jabatan tersebut dari ilmu. Maka datanglah para ulama Shan’a kepada beliau meminta agar beliau menerima jabatan tersebut, karena jabatan tersebut adalah rujukan syar’i bagi para penduduk negeri Yaman yang dikhawatirkan akan diduduki oleh seseorang yang tidak amanah dalam agama dan keilmuannya. Akhirnya beliau menerima jabatan tersebut. Beliau menjabat sebagai Qadhi Yaman hingga beliau wafat pada masa pemerintahan tiga khalifah: al Manshur, al Mutawakkil, dan al Mahdi. Ketika beliau menjabat sebagai qadhi maka keadilan ditegakkan, kezhaliman diberi pelajaran, penyuapan dijauhkan, fanatik buta dihilangkan, dan beliau selalu mengajak umat kepada ittiba terhadap Kitab dan Sunnah.

f. Wafat Beliau

Pada tahun 1250 H datanglah ajal beliau dan terpisahlah ruh beliau dari jasadnya dan dunia. Islampun kehilangan seorang ulama yang konsisten dalam mengamalkan ilmunya, yang telah menunaikan amanah Rabb-Nya dan agamanya. Allah mewafatkannya dengan rahmat dan kasih sayang-Nya. Semoga jannah (surga) yang luas diperuntukkan baginya, sesuai dengan kadar ilmu dan keutamaan yang telah dipersembahkannya kepada Islam dan kaum muslimin. Amin ya Mujibas Sa’ilin.

(Disarikan dari Biografi Al-Imam Asy-Syaukani dari kitab Nailul Authar, 1/3, dan Muqaddimah Fathul Qadir, 1/12-43)